Menangkap Angin

Puisi-puisi Joni Hendri

——————————————————————————————

 

Kota Dipenuhi Tikus

 

Sebelum tamat!

Maka, tikus tak akan pulang,

hidup sedang singkat dan seksi

terus berkeliaran dalam kepala.

 

Kutukan berlari ke waktu, ia berjalan sendiri

hampir mati, menggigit dinding-dinding

meremukkan kantor berhias itu.

 

Kita semua melihat setiap hari

kota dipenuhi tikus, menyerupai manusia

ke muka gedung-gedung tinggi

membuang proposal

bertolak doa-doa dan sumpah

pura-pura punggung merunduk.

 

Suku Seni, 2021

 

 

Menangkap Angin

 

Yang kau tangkap itu adalah angin

ia tak mempunyi tiupan yang mematikan

tak dapat kau genggam walau sesaat

hanya menyakitkan hati.

 

Kau hembuskan kembali ke arah jantungku

tapi ia membekas, sedikit pun tak berwarna

hanya tertinggal bagai sampah

di setiap kepalan tangan.

 

Malang,

pegangan jadikan bayang

kenangan sesat pada dekapan

hingga berhenti sepertiga malam

keluar dari mulut tiupan siasia.

 

Pekanbaru, 2021

 

 

Menjerit

 

Hampir airmata darah keluar dari kelopak

membasahi jantung,

mencari kedamaian pada pedih

asinnya pun tak memberi tanda-tanda.

 

Wajah suci itu rebah di pinggir rasa

tangan kaku, jari-jari hingga mati

menuju kekeringan tubuh kurus

lutut gemetar tak mampu mengejar niat.

 

Lidah kita akan kelu

menjerit saat matahari terbenam di barat

sambil mencakar dinding-dinding.

 

Panas kerap menjawab dengan kehausan

menjatuhkan daun-daun kering

lalu dilahap api jadikan abu

tapi mana suara jerit itu?

 

Parit Melor, 2020

 

 

Nelayan

 

Hanyut di pulau-pulau sunyi

dibuai badai yang mengguncang

hembusan topan jadi teman .

 

Tidur di tanjung sepi

menunggu ombak kian mati

entah, berapa lama bertambat

di batang bakau tua.

 

Senja terus berganti-ganti

meniduri ingatan lama yang bersemedi

di laut:

Apabila tidak pulang,

laut dan ikan buntal bakal kenyang.

 

Arus mana jadi petunjuk

pasang kian surut

membawa kiambang hanyut

laju menuju kuala laut.

 

Perahu-perahu mewah membuat alun

menghuru hara sampan

kepada siapa mengadu sedih

sedang panas, hujan, datang kembali:

O, tuhan! Petunjuk alam merajuk

mantra-mantra sudah muntah.

 

Penyalai, 2016

 

 

Joni Hendri, kelahiran Teluk Dalam,12 Agustus 1993. Pelalawan. Karya-karya berupa Esai, Cerpen, dan Puisi. Sudah dimaut di beberapa antologi dan media seperti: Kompas id, Riau pos, Solo Pos, Medan Pos, Radar Bayuwangi, NusaBali, Tanjung Pinang Pos, Pontianak Pos dan media online lainya. Bergiat di Rumah kreatif Suku Seni Riau dan bergiat di Komite Teater Dewan Kesenian Kota Pekanbaru (DKKP). Sekarang menjadi Mahasiswa FIB UNILAK Jurusan Sastra Indonesia.

No Kontak/Wa : 0812 6682 4580

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

three − 1 =